Selayang Pandang: Sonil & Si(s)a Perasaannya

February 04, 2018 - By

Sonil, sebut saja begitu. Tidak ada arti khusus dari nama tersebut, hanya sebuah nama yang diberikan oleh salah satu guru SMA-ku dulu. Menurutku, tidak ada alasan khusus beliau memanggilku dengan nama panggilan tersebut, dan aku juga tidak pernah merasa keberatan untuk itu. toh, aku malah sangat menyukai panggilan itu-bukan berarti aku tidak menyukai nama asliku. Atau anggap saja begini, aku menyukai nama ‘Sonil’sama seperti aku menyukai nama asliku. Hehe...

Bisa dikatakan bahwa nama itu salah satu kenangan dari masa SMAku yang masih terus ku bawa sampai di kehidupan saat ini. Meski hampir tidak ada teman kampusku yang tahu tentang panggilan ‘Sonil’, tapi ada lah satu-dua teman kuliahku yang tahu karena dulu satu sekolah denganku. Nah, bagus dong kalau sedikit yang tahu jadi sisi misteriusnya makin terasa. Hahaha 

Kenapa tidak memakai identitas asli? Jawabannya, ‘terserah aku, dong’ hehe... Oke, aku coba menjawabnya dengan alasan yang sedikit bisa diterima. Jadi alasannya sederhana, karena aku ingin mendapatkan kebebasan yang seluas-luasnya dalam tulisanku. Tanpa dikaitkan dengan orang-orang yang berada di sekelilingku-dulu atau sekarang. Memang tidak menutup kemungkinan dari tulisan yang akan aku muat di blog ini, berasal dari kehidupan pribadi. Tapi, di sini sama sekali tidak ada niat untuk menyinggung pihak lain. Murni sekadar sebagai sebuah rak si(s)a-si(s)a perasaanku. 

Si(s)a perasaan yang aku maksud adalah segala sesuatu yang tersisa diingatanku dan tak ku inginkan menjadi ingatan yang sia-sia belaka. Lupa memang akan lupa. Tapi, jika ada hal yang bisa mengingatkan mungkin itu akan membantu untuk kembali mengingat. Kembali mengingat bukan berarti terjebak dalam masa lalu, bukan pula tak bisa menerima apa yang sudah terjadi. Ini hanyalah sebuah album kenangan, sebagai bukti bahwa aku pernah berada pada ‘masa itu’. Mesin yang bisa membantu kembali mengingat apa yang pernah terjadi, bagaimana itu terjadi, dan perasaan seperti apa yang pernah terjadi-kemudian bisa direfleksikan dengan segurat senyum dan berbagai hal yang mungkin timbul setelah mengingat kejadian di masa lampau. Bagiku, tidak masalah ketika di suatu waktu sekadar duduk dan kembali mengingat kenangan dan kemudian tersenyum ketika giliranmu lewat. 

Aku tidak memaksa kalian harus sependapat denganku. Tapi jika mau, boleh. Aku tidak keberatan.

Terakhir, seperti sebuah kalimat dalam drama yang pernah ku lihat, bahwa ‘Lupa adalah salah satu bentuk dari kasih sayang-Nya’. Aku setuju itu. Tapi jika aku boleh menjadi pemilih, aku tidak akan memilih kasih sayang-Nya yang itu. Jika dengan mengingat bisa membantuku merasakan kasih sayang-Nya yang lain. 



Surabaya, 4 Februari 2018 
Siang dan langit mendung - Sonil

No comments:

Post a Comment

About me

Penyuka lampu kota. Tidak suka disuruh. Sayang ibu tapi lebih disayang ibu.