Monolog

May 31, 2018 - By


'Dear You-Moammar Emka'

“Begitu datarkah sapa yang ku retas, hingga dia atau aku saling menghilangkan satu sama lain”
“Bukan kehilangan yang kita takutkan, Kekasih. Tapi kenangan yang seperti piringan hitam, yang memutar kesedihan berulang-ulang”
“Kehilangan adalah cara manusia merayakan arti keberadaan, dengan terus mengingat yang masih bersisa”
“Bukankah tidak adil ketika kita hanya mengingat apa yang sudah berlalu, tapi kebanyakan kita melupakan apa yang dimiliki kini. Itu adalah cara Tuhan menghadiahi apa yang kita tanam, Kekasih”
“Sementara aku terus mengingat, Tuhan seperti sedang bercanda dengan membuatnya semakin jauh dariku.”
“Aku tidak sedang jauh. Jika benar perasaannya kepadaku maka akan dia rasakan aku ada pada bagian paling dekat dalam dirinya.”
“Lelucon macam apa ini? aku ingin dia selalu di sampingku tapi aku juga yang membiarkannya begitu saja berlalu”
Aku adalah apa yang ada di hatinya, Aku adalah apa yang dia pikirkan, Aku adalah apa yang dia rasakan”
“Dia seharusnya mengerti, Aku adalah hatinya. Tapi dia tidak juga kunjung menyadarinya.”
“Aku adalah kesenangannya, Aku adalah kesedihannya, Aku adalah keluh-kesahnya, Aku adalah perasaannya”
“Setelah dia benar-benar pergi, aku terus berkubang dalam sunyi dan sepi. Hiruk-pikuk di sekelilingku hanya topeng untuk menutupi kesepianku tanpanya. Sedang dia kembali menemukan dunia barunya, tanpa diriku”
“Bagaimana dia bisa berkata aku menemukan duniaku-tanpanya-sementara  radarku terus menuju ke arahnya”
“Dan jalan-jalan yang ku lalui bersamanya seperti film dokumenter yang ingin terus ku putar berulang”
“Sementara jalan-jalan yang ku lalui bertabur duri, Kekasih. Sedang aku akan terus memohon-Semoga jalannya bertabur bunga dan hembusan angin yang menyejukkan”
“Sangat jelas tercium bau hujan dan wangi tubuhnya. Kala itu, hujan turun cukup deras dan kami menjaring hujan di sela jemari dengan perasaan riang-sore itu sepanjang jalanan yang lengang. Hanya aku dan dia"
“Semoga dia tak pernah tahu, bahwa kala itu aku berdoa kepada Tuhan agar hujan sore itu tak pernah berhenti. Agar aku bisa bersamanya lebih lama, memandangi wajahnya yang pucat kedinginan, dan aku akan menjadi jaketnya yang menghangatkan. Hanya aku, Kekasih. Tapi, dia bersikeras ingin pulang. Maka aku hanya ingin tampil menjadi si penyihir dengan kekuatan dapat mengabulkan segala permintaannya”
“Atau ketika sikapku yang kekanakan membuatnya jengkel, dan mengubahku menjadi seseorang yang paling menyebalkan”
“Satu-satunya yang menyebalkan darinya adalah dirinya yang membuatku tak bisa berpaling kepada sosok lain yang lebih menarik daripada dirinya. Menyebalkan sekali!”
“Aku hanya ingin dia tahu bahwa ‘Aku mencintaimu’ dan ingin berhenti di situ”
“Dia hanya perlu menjadi dirinya yang menyebalkan, mau mencintaiku atau tidak aku tetap akan menyelesaikan tugasku untuk mencintainya habis-habisan”
“Bisakah aku berhenti saja di situ?”
“Tidak, yang aku bisa hanya membuat diriku semakin jatuh kepadanya setiap saat”
“Maafkan aku yang tak pernah khawatir dia akan menemukan seseorang yang lebih baik daripada diriku, karena aku sangat percaya diri menjadi diriku yang ditakdirkan Tuhan untuknya”
“Maafkan aku yang selalu khawatir akan muncul seseorang yang lebih gila dariku dan nekat membawanya lari dariku-jauh dariku”
“Mungkin Tuhan memberi jeda karena Dia ingin tahu apakah perasaan ini semakin membesar atau semakin memudar seiring berjalannya waktu?”
“Jarak diperlukan agar kami dapat saling memandang-aku dengan mata kananku dan dia dengan mata kirinya, untuk kemudian menjadi sepasang mata lagi”
“Tuhan mendengar apa yang aku diamkan tentang dirinya”
“Tuhan mengabulkan, dan dia kembali”


Sonil,
Surabaya, 31 Mei 2018

No comments:

Post a Comment

About me

Penyuka lampu kota. Tidak suka disuruh. Sayang ibu tapi lebih disayang ibu.