Untuk Lille yang menyenangkan,
Hai,
apa kabar Lille?
Bagaimana
kehidupanmu di negeri barumu, apakah kau telah menemukan kehidupanmu di sana?
Aku mendengar semua kabar dan berita tentangmu, tentang rumah barumu di sana.
Beberapa dari sahabat kita di masa lalu mengirimkan gambar sekaligus. Aku
senang mengetahuinya!
Lille-ku
yang menyejukkan,
Aku
berharap bisa sepertimu, menemukan rumah baru di sini. Ku rasa pintuku telah
lama terkunci dan aku lupa bagaimana cara membukanya – atau kau lupa membawanya
ke negerimu, Lille? Aku ingin ke luar menghirup udara segar, Lille. Melihat
taman bunga. Mendengarkan debur ombak dan angin laut yang panas. Aku ingin
sekali segera keluar dari rumah ini, Lille.
Lille,
Lille...
Lama
sekali rasanya sunyi ini meneriakiku, bising sekali rasanya. Tik-tok jarum jam
tak lagi terdengar setiap kali sunyi mulai bercerita tentang kehidupannya –
yang sama sekali tak ingin aku dengar. Aku hanya ingin pintu rumah ini bisa
segera terbuka, Lille. Bukan suara sunyi yang terus menerus memekakkan telinga.
Lille,
aku membawakanmu sedikit cerita
Kemarin,
seseorang mengetuk pintu dan dengan senang hati aku menyambutnya berharap ia
bisa membuka pintu ini dari luar. Beberapa kali ia berusaha membukanya, dari
luar ia meyakinkanku bahwa ia akan segera bisa membebaskanku. Aku mempercainya.
Sampai pada usahanya yang ke sekian ia mencoba mendobrak pintu itu, bukannya
terbuka tapi ia malah merusak pintu rumahku, Lille. Aku ingin bebas, tapi tidak
dengan rumahku yang rusak. Maka ku teriaki ia agar segera pergi dari rumahku. Aku
amat tidak senang kepadanya, Lille!
Lille
yang sederhana,
Sebab
itu, aku ingin menyampaikan kepadamu bahwa aku hanya sedang menunggu seseorang
membukakan pintu untukku. Pada saat itu, aku akan pergi bersamanya, seperti
yang telah aku sebutkan bahwa aku akan pergi bersamanya untuk menghirup udara
segar, melihat taman bunga, mendengarkan debur ombak dan angin laut. Aku tidak
akan lagi berada di sini. Maka, rumah yang telah lama kau tinggalkan ini akan
juga aku tinggalkan. Dengan segala perasaanku kepada Lille, aku akan berhenti
menulis surat untukmu sejak hari itu. Semoga Lille bahagia. Semoga untukku juga.
Dengan penuh perasaan,
Montess
Surabaya, akhir Oktober 2019 / 14.16 waktu balai
Setelah bertahun-tahun tergeletak di lemari
Menanti Tuan kembali
Tapi tak kunjung kemari
Sampai sebuah kabar datang
Ketika pagi tak kunjung menjelang
dan Tuan tak lagi ingin pulang
Pagi-pagi sekali sebuah paket
sampai di depan loket
Tertera jelas penerima, telepon, dan alamat
"Gerangan siapa pengirim paket ini, Nona?"
Tanpa nama.
Ia akan tersingkap begitu membukanya.
Sekotak kenangan dari kantor pos
Lengkap dengan cinta beserta lukanya
Diantarkan dengan rapi -
Sonil, sore hari yang mendung dan angin
11 Desember 2021
Pagi tadi di sela-sela jam kerja, aku iseng mencari-cari bacaan tentang parenting. Memang beberapa hari ini aku sering mencari referensi ebook parenting di internet. Emm, bukan tanpa alasan si sebenarnya, yaa karena aku ingat "Jadi Orang Tua Juga Ada Ilmunya". Kalimat itu yang beberapa hari berputar-putar di kepalaku.
Setelah aku cari-cari beberapa sumber akhirnya ketemu sebuah buku yang berjudul "The Montessori Toddler: A Parent's Guide to Raising A Curious And Responsible Human Being" yang ditulis oleh Simon Davies. Senang sekali baru membaca beberapa halaman awal, akhirnya ku cari-cari versi indonesianya...dan ketemu!
Aku baru membaca beberapa halaman awal, dan langsung tertarik untuk meneruskan membaca buku ini sampai habis (semoga yaa). Nah, dari beberapa hal yang setelah aku baca bisa otomatis membuat kepalaku manggut-manggut (oohh begini ternyata), yang bisa jadi poin penting bagi orang tua dan calon orang tua seperti diriku. Aku tiba-tiba ingin menuliskannya di blogku siapa tahu bermanfaat, dan juga yang paling penting sih buat pengingatku sendiri suatu saat ketika menjadi orang tua.
Sekilas, secara keseluruhan Montessori Toddler ini membahas tentang panduan bagaimana orang tua mengasuh anaknya (especially balita) untuk menjadi manusia yang memiliki keingintahuan yang tinggi dan bertanggung jawab sebagaimana manusia pada mestinya. Hal ini menjadi sangat krusial bagi masa pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Balita merupakan masa di mana kemampuan menyerap segala hal di lingkungannya sangat tinggi. Mereka diibaratkan seperti spons yang siap menyerap semua air di sekitarnya. Dr. Montessori menyebut hal ini sebagai absorbent mind atau pikiran yang mudah menyerap. That's why penting sekali bagi orang tua untuk mempersiapkan 'air' yang 'bersih' dan 'baik' agar bisa diserap oleh anak-anaknya. Let's call them as "Balita".
Beberapa hal yang berhasil aku garis bawahi setelah membaca di halaman-halaman awal Montessori Toddler.
Pertama, Balita butuh bergerak dan senang bereksplorasi. Balita mengalami pertumbuhan dan perkembangan setiap harinya. Ketika mereka mencapai usia 1 tahun, kemungkinan besar mereka sudah bisa berjalan. Setelah berjalan mereka akan mencoba berlari, memanjat, melompat, dan lain sebaginya. Hal tersebut dilakukan oleh balita supaya mereka tahu sampai mana kemampuan yang bisa mereka lakukan. Tak jarang mereka akan mencoba mengangkat benda-benda yang ada di sekitarnya, bahkan mereka berusaha untuk mengangkat sesuatu yang berat sekalipun untuk mengetahui batas maksimal kekuatan mengangkatnya. Sebagai orang tua hendaknya tidak mudah berkata 'jangan' kepada balita. Sebaliknya, akan lebih baik apabila orang tua dapat memfasilitasi tempat bereksplorasi yang aman bagi balita. Biarkan balita berlari, mengangkat benda-benda, bermain air/hujan-hujanan, bermain lumpur, dan lain sebagainya.
Kedua, Balita menyukai rutinitas. Honestly, aku baru tahu hal ini, ternyata balita menyukai sesuatu yang sama dan dilakukan berulang-ulang. Hal ini membantunya memahami dunia mereka dan tahu apa yang harus diharpkan. Apabila ada sesuatu yang berbeda dari rutinitas yang mereka ketahui, balita akan mencoba melakukan hal-hal untuk mengetahui respon keadaan yang berbeda tersebut. Sebenarnya mereka sedang menguji apa yang akan kita putuskan. Misalnya apabila mereka ingin makan tetapi ternyata sendok yang digunakan bukan sendok kesayangannya lalu dia menangis. Jika mereka mendapati bahwa ini bisa digunakan untuk mengomel, mengamuk atau menangis, mereka akan mencobanya lagi. Jika memahami kebutuhan ini, kita bisa lebih sabar dan lebih memahami bahwa ini bukan seperti yang mereka harap akan terjadi. Sehingga kita bisa menawarkan bantuan kepada meraka agar mereka bisa lebih tenang, dan membantunya menemukan solusi.
Ketiga, Balita cenderung melakukan sesuatu yang mereka senangi sampai mereka mahir melakukannya. Hal ini bisa berkaitan dengan poin kedua. Balita biasanya mencoba melakukan sesutau hal yang akan dilakukan terus-menerus sampai mereka merasa mahir melakukannya. Setelah mereka mahir, mereka akan meninggalkan hal tersebut dan mencari hal lain yang menarik dan akan mempelajarinya sampai mahir melakukannya lagi. Hal ini saya coba buktikan ketika sepupuku yang baru berusia 3 tahun sedang bermain bersamaku di kamar. Suatu ketika dia ingin keluar tetapi tidak bisa membuka pintu. Setelah beberapa kali mencoba akhirnya dia berhasil membukanya meskipun dengan kesulitan. Akhirnya dia terus mencobanya dengan keluar-masuk kamar sambil membuka dan menutup pintu tersebut sampai dia mahir melakukannya dengan mudah.
Keempat, Balita perlu waktu untuk memproses ucapan kita. Daripada terus mengulang-ngulang perintah kepada anak-anak, kita bisa menghitung mundur dalam hati sampai sepuluh untuk memberi mereka waktu memproses perintah tersebut. Sering kali ketika sampai hitungan ketujuh atau kedelapan kita akan bisa melihat mereka mulai merepon apa yang kita ucapkan.
Kelima, Libatkan Balita dalam segala aktivitas dan menjadi bagian dari keluarga. Jangan takut untuk membiarkan balita terlibat dalam aktivitas seperti membersihkan rumah, mempersiapkan makanan, mencuci, dll. Balita sangat senang berkegiatan di samping kita dan mereka lebih tertarik pada objek yang digunakan oleh orang dewasa dibanding mainannya. Mereka akan memberikan seluruh kemampuan yang dimiliki untuk melakukannya sebaik mungkin. Dalam hal ini orang tua hendaknya bisa menjadi support system bagi balita untuk melakukan kegiatan ini bersama-sama. Meskipun hasilnya tidak akan sesuai dengan apa yang diharapkan, tetapi poin yang ingin dikembangkan adalah untuk mengajari anak-anak berkontribusi sebagai anggota keluarga.
Beberapa hal yang disebutkan di atas baru sebagian kecil dari apa yang bisa diambil ilmunya dalam buku Montessori Toddler. Mungkin lain kali aku akan menulis poin-poin yang bisa diambil manfaatnya lagi setelah aku membaca lebih jauh tentang buku ini. Belajar parenting memang menyenangkan, meskipun dalam praktiknya tentunya harus memiliki kesabaran yang tidak ada batasnya untuk terus mencari tahu gaya pengasuhan seperti apa yang cocok untuk anak-anak kita. Selain itu yang ingin aku ingatkan lagi adalah "Setiap Anak itu UNIK".
Sonil, - Dariku yang sedang belajar dan suatu saat semoga bisa menerapkan.
25 Januari 2021 / 10.13 waktu sekitar
Setelah membaca salah satu jurnal di salah satu web Jurnal yang mengangkat tema Feminisme, membuatku berpikir ulang tentang bagaimana perempuan dipandang dalam lingkungan di sekitarku. Aku perempuan berusia hampir 22 tahun, tamat sarjana, dan sedang bekerja di sebuah instansi kecil di daerahku. Hidup bersama keluarga inti - kedua orang tuaku, aku, dan adik laki-laki ku yang masih remaja.
Sejak kecil aku dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sangat konservatif patriarkis. Di mana ayahku sebagai kepala keluarga yang bertanggungjawab untuk bekerja, dan ibuku - yang dulu semasa gadisnya sebagai seorang guru - saat ini menjadi ibu rumah tangga dengan tanggung jawab mengurus segala pekerjaan domestik di rumah. Suatu saat ketika aku masih sekolah dasar aku mengetahui alasan ibuku menjadi 'ibu rumah tangga' adalah karena ayahku. Sejak ibu menikah dengan ayahku, dia sepenuhnya dilarang bekerja kecuali mengurus pekerjaan rumah, dengan alasan "kodrat laki-laki adalah mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan rumah tangga, wanita hanya perlu mengurus rumah dan keluarga".
Entah kenapa saat itu aku merasa 'ada yang salah' dari hal tersebut. Beberapa tahun kemudian seiring aku tumbuh lebih dewasa ternyata aku menyadari bahwa yang terjadi selama ini adalah ibuku menjadi korban patriarki. Aku tidak sepenuhnya menyalahkan ayahku, atau ibuku, atau keluargaku. Aku memahami bahwa ternyata di lingkunganku - di pedesaan - banyak sekali perempuan-perempuan seperti ibuku yang setelah menikah maka secara otomatis tugas domestik sebagai care worker sudah menantinya dan sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya.
Kita menyadari bahwa care work (kerja perawatan) yang dilakukan oleh perempuan di rumah tidak dinilai sebagai sesuatu yang produktif dalam ekonomi. Banyak yang menganggap bahwa care work yang dilakukan oleh perempuan dalam keluarganya adalah sebuah kewajiban sebagaimana istri/ibu harus memiliki kepedulian untuk mengurus segala urusan rumah.
Lalu bagaimana saat ini kita memandang perempuan yang bekerja?
Dalam jurnal tersebut disebutkan bahwa perempuan dan dunia kerja merupakan permasalahan yang tidak kunjung usai dalam dunia ekonomi. Seperti yang kita dengar dari generasi ke generasi, "Perempuan pergi bekerja pada tahun 1960". Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak benar. Perempuan tidak pergi bekerja pada tahun 1960-an atau saat Perang Dunia Kedua. Perempuan selalu bekerja. Perempuan telah mengembangkan ranah pekerjaannya, tidak hanya pekerjaan domestik tetapi juga pekerjaan formal. Perempuan mengambil posisi dalam pasar dan mulai mendapatkan upah dari pekerjaan di ranah formal. Namun hal tersebut tidak berjalan mulus.
Meskipun saat ini telah banyak perempuan yang dapat bekerja secara formal, namun di sisi lain tidak serta-merta menghilangkan posisinya sebagai care worker yang bertugas menangani pekerjaan domestik. Hal ini menjadikan posisi perempuan sebagai penyangga beban ganda yaitu sebagai pekerja formal dan pekerja domestik.
Ayahku hampir setiap saat mengingatkanku ketika aku sedikit berleha-leha dan tidak membantu ibuku mengerjakan pekerjaan domestik, ia selalu berkata "Apakah tugas perempuan hanya bekerja mencari uang saja?". Aku mulai kesal karena perlakuan tersebut berbeda ketika adikku - yang seorang laki-laki - tidak pernah diprotes tentang hal tersebut. Alangkah lebih baiknya jika di dalam rumah tidak dikotak-kotakkan jenis pekerjaan, seperti memasak, mencuci, menyapu, menyetrika, dan lain sebagainya hanya dilakukan oleh perempuan. Bukankah ketika semua pekerjaan tersebut bisa dilakukan tanpa pemisahan gender akan lebih mudah dan ringan dilakukan?
Dari situ aku menyadari bahwa perubahan pikiran bahwa perempuan juga memiliki hak untuk memiliki pekerjaan formal harus disertai dengan perubahan pikiran bahwa pekerjaan domestik bukan hanya sepenuhnya menjadi pekerjaan perempuan. Namun, pada kenyataannya perempuan belum sepenuhnya merdeka untuk memilih pekerjaan di luar pekerjaan domestik, tetapi malah dibebani dengan beban ganda berupa tuntutan bahwa perempuan harus mampu menangani pekerjaan formal dan juga pekerjaan domestik sekaligus.
Apakah hal tersebut yang dinamakan setara? Tentu jawabannya adalah TIDAK.
Sonil,
Jum'at, 22 Januari 2021